Jakarta, 14 April 2025 – Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menggelar sharing session bertajuk “Implementasi UU P2SK dan Implikasinya terhadap Produk Futures IDX” yang menghadirkan berbagai pihak dari industri pasar modal dan derivatif. Acara ini menghadirkan narasumber dari PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Bapak Pier Yose Kepala Unit Pengembangan Bisnis Derivatif. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai regulasi terbaru serta peluang dan tantangan dalam pengembangan produk derivatif di Indonesia.
Acara ini menjadi ajang sosialisasi terkait Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta peraturan turunan seperti PP No. 49 Tahun 2024 dan POJK No. 1 Tahun 2025. Dengan peralihan kewenangan dari Bappebti ke OJK, pelaku usaha wajib mengajukan ulang perizinan untuk tetap dapat menjalankan aktivitasnya di pasar derivatif.
Perubahan ini mendorong terbentuknya level playing field antar pelaku pasar, memperluas ruang lingkup produk derivatif termasuk indeks asing, saham asing, hingga aset digital seperti kripto.
BEI menampilkan kemajuan dalam pengembangan produk derivatif seperti Single Stock Futures (SSF), kontrak berjangka indeks LQ45 dan IDX30, serta kontrak berjangka obligasi pemerintah. Dengan modal margin yang rendah dan fleksibilitas short selling, produk ini menawarkan efisiensi dan leverage tinggi bagi investor.
Volume transaksi SSF menunjukkan tren positif dengan 202 investor aktif dan open interest tertinggi mencapai 181 kontrak di Januari 2025.
Diskusi interaktif menunjukkan bahwa tantangan utama saat ini adalah rendahnya likuiditas dan masih terbatasnya partisipasi anggota bursa (AB). Banyak AB menilai perlu adanya edukasi investor dan insentif yang menarik untuk mendukung adopsi produk baru.
BEI merespons dengan memberikan berbagai dukungan seperti:
Pembebasan biaya transaksi dan kliring,
Subsidi sistem derivatif hingga Rp126 juta,
Dukungan promosi dan pembukaan rekening nasabah derivatif.
Sejumlah pertanyaan strategis mencuat, seperti legalitas transaksi saham asing melalui sekuritas lokal dan kemungkinan penggunaan produk pasar modal lain (saham/reksa dana) sebagai kolateral derivatif. OJK masih dalam tahap kajian, dan saat ini kolateral masih dibatasi dalam bentuk tunai.